Pura Parahyangan Agung Jagatkarta Tamansari Gunung Salak
Di bangunnya pura Salak di daerah ini memang bukan tanpa alasan.
Konon di tanah inilah Prabu Siliwangi sang Raja Padjadjaran yang membawa
kemasyuran bagi tanah Sunda pernah berdiam.
Bahkan ada yang percaya di tempat ini Prabu Siliwangi menghilang
bersama para prajuritnya. Hingga akhirnya sebelum membangun pura, umat
Hindu lalu memutuskan untuk membangun terlebih dulu candi dengan patung
macan berwarna putih dan hitam. Sebagai penghormatan terhadap Kerajaan
Padjadjaran, Kerajaan Hindu terakhir di tanah Parahyangan.
Pura Gunung Salak , Pengakuan Riwayat Padjadjaran
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat di Desa Taman Sari, Lereng Gunung Salak, umat Hindu Bali berdatangan dari berbagai pelosok tanah air untuk menjadi saksi hidup resminya pura Gunung Salak, pura terbesar di Pulau Jawa.
Pura Gunung Salak , Pengakuan Riwayat Padjadjaran
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat di Desa Taman Sari, Lereng Gunung Salak, umat Hindu Bali berdatangan dari berbagai pelosok tanah air untuk menjadi saksi hidup resminya pura Gunung Salak, pura terbesar di Pulau Jawa.
Masa penantian selama 10 tahun untuk membangunnya, kini hampir
berakhir. Sesaat lagi, pura ini akan resmi menjadi tempat ibadah kaum
Hindu melalui upacara Menungkah dan Ngenteg Linggih.
Berdirinya sang pura di Gunung Salak ini bukan tanpa alasan. Karena
di sinilah konon kerajaan Hindu tanah Sunda yang termasyur pernah
berdiri. Kerajaan Padjadjaran dibawah pemerintahan Prabu Siliwangi.
Akses jalan dari kaki Gunung Salak menuju pura sudah diperlebar.
Sehingga kendaraan kami bisa mencapai pura dengan mudah.Namun karena
banyaknya umat yang akan datang untuk mengikuti upara Ngenteg Linggih
atau peresmian pura, panitia mengharuskan seluruh kendaraan parkir jauh
dari areal pura.
Sehingga banyak umat yang harus berjerih lelah berjalan kaki menuju
pura. Begitu juga dengan kami. Di tempat ini pak Made Santika dan pak
Mangku Made Yatnawiguna menyambut kami sambil memberi penjelasan seputar
pura dan upacara Ngenteg Linggih atau peresmian pura yang akan
dilakukan besok.
Dirintis sejak tahun 1995, pembangunan pura ini merupakan hasil kerja
gotong royong umat. Memang belum semua bagian selesai dikerjakan. Namun
bangunan pura utama, seperti Pura Padmesana dan Balai Pasamuan Agung
dan Mandala Utama segera selesai.
Rencananya pura Gunung Salak ini akan terdiri dari empat area.
Misalnya area utama Ning Mandala yang merupakan area suci hingga hanya
para pemangku agama yang bisa menjejakan kakinya.Bangunan penting lain
adalah Padmesana yang merupakan tempat persemayaman Tuhan serta Balai
Pasamuan Agung.
Di bangunnya pura Salak di daerah ini memang bukan tanpa alasan.
Konon di tanah inilah Prabu Siliwangi sang Raja Padjadjaran yang membawa
kemasyuran bagi tanah Sunda pernah berdiam.
Bahkan ada yang percaya di tempat ini Prabu Siliwangi menghilang
bersama para prajuritnya. Hingga akhirnya sebelum membangun pura, umat
Hindu lalu memutuskan untuk membangun terlebih dulu candi dengan patung
macan berwarna putih dan hitam. Sebagai penghormatan terhadap Kerajaan
Padjadjaran, Kerajaan Hindu terakhir di tanah Parahyangan.
Menjemput Melasti
Belum ada literatur yang bisa memastikan kapan agama Hindu masuk ke wilayah Jawa Barat. Tapi setidaknya telah ditemukan sejumlah bukti peninggalan Kerajaan Hindu di Jawa Barat yakni Tarumanegara dengan rajanya yang terkenal Purnawarman.
Belum ada literatur yang bisa memastikan kapan agama Hindu masuk ke wilayah Jawa Barat. Tapi setidaknya telah ditemukan sejumlah bukti peninggalan Kerajaan Hindu di Jawa Barat yakni Tarumanegara dengan rajanya yang terkenal Purnawarman.
Sebagian peninggalan itu diantaranya kini tersimpan di Museum
Nasional Jakarta. Jejak kaki sang raja bahkan tercetak pada sebuah batu
yang lalu dikenal sebagai prasasti Ciaruteun.
Jejak kaki Raja Purnawarman ini diibaratkan seperti telapak kaki Dewa
Wisnu, salah satu dewa umat Hindu. Di Museum Nasional juga terdapat
prasasti Tugu. Prasasti Hindu tertua yang ditemukan di Pulau Jawa.
Dalam prasasti Tugu yang diperkirakan berasal dari tahun 450 Masehi
ini misalnya, penunjukkan Prabu Purnawarman dari Tarumanegara pernah
memerintahkan penggalian saluran terusan sungai dari Bekasi ke Pelabuhan
Sunda Kelapa untuk sistem pengairan dan membuka jalur pelayaran ke
pedalaman.
Pada akhir abad ke VII, Kerajaan Tarumanegara diduga hancur takluk
pada Kerajaan Sri Wijaya. Baru pada awal abad ke 14 hadir kembali
Kerajaan Hindu Sunda yang cukup kuat dibawah kepemimpinan Prabu
Siliwangi. Yakni Kerajaan Padjadjaran dengan ibukotanya terletak
disekitar Pakuan yang kini dikenal sebagai kota Bogor.
Sayangnya, tidak banyak yang ditinggalkan sang Prabu Sri Paduga
Maharaja. Kebanyakan justru tentang mitos yang masih dipercaya hingga
kini walau ratusan tahun sudah berlalu. Seperti kemampuannya untuk
menghilang atau muksa. Berbagai kesaktian sang prabu ini pula yang jadi
latarbelakang berdirinya pura di Gunung Salak.
Konon, dulu sering ada hal-hal gaib yang terjadi di wilayah ini yang
berhubungan dengan Prabu Siliwangi, raja masyur dari Kerajaan Hindu
terakhir di Jawa Barat.
Pendirian pura di Gunung Salak yang dipercaya sebagai petilasan Sri
Paduga Maharaja Prabu Siliwangi, bukan hanya membawa kegembiraan bagi
para umat Hindu. Warga sekitar juga seperti kecipratan berkah. Aneka
dagangan terutama yang berkaitan dengan ritual agama Hindu seperti
bertebaran.
Keadaan semakin ramai menjelang peresmian pura. Keramaian dilokasi
pura ini sebetulnya sudah berlangsung jauh sebelumnya. Sejumlah ritual
pendahuluan telah dilaksanakan. Dan memasuki puncaknya pada hari ini.
Semua persyaratan perlengkapan upacara dikerjakan ratusan umat Hindu.
Mereka ini datang dari berbagai daerah bekerja, bergotong royong tanpa
pamprih. Nayah demikianlah sebutannya.
Tidak heran kenapa mereka merasa antusias. Ini adalah peristiwa yang
sakral dan juga jarang terjadi. Upacara seperti ini hanya dilakukan
sekali saja saat pendirian sebuah pura. Apalagi pura ini berstatus pura
Penatara Agung dengan kedudukan pura sebagai pengepon jagad.
Untuk seorang seperti Ketut Mandre beserta rombongan yang datang dari Karangasem, Bali dengan biaya sendiri, inilah saatnya mereka membaktikan diri. Dengan keahlian mereka membuat caru atau qurban dari hewan kerbau dan kijang sebagai syarat untuk upacara.
Untuk seorang seperti Ketut Mandre beserta rombongan yang datang dari Karangasem, Bali dengan biaya sendiri, inilah saatnya mereka membaktikan diri. Dengan keahlian mereka membuat caru atau qurban dari hewan kerbau dan kijang sebagai syarat untuk upacara.
Tidak hanya dari pulau Bali. Juga ada rombongan petani dari Lampung
Tengah, Kabupaten Tulang Bawang yang sudah sepekan ada ditempat ini.
Seperti ibu Parmi yang membawa serta putra putrinya untuk ikutan ngayah.
Suasana semakin ramai. Puncak Karya Ngenteg Linggih akan berlangsung
esok hari. Umat Hindu terutama dari wilayah Jabotabek baik yang tua kaum
muda dan juga anak-anak terus berdatangan. Mereka tidak ingin
ketinggalan mengikuti upacara peresmian pura.
Hari ini warga Hindu yang berada di Gunung Salak akan menyambut
rombongan yang melakukan melasti atau penyucian sarana pemujaan dan
penyucian diri di laut. Rombongan melasti yang akan dijemput itu
berangkat dari Pura Segara, Cilincing, Jakarta Utara dan Pelabuhan Ratu.
Sebagian warga yang turun gunung semua bersuka cita menyambut
rombongan yang membawa para betara yang disimbolkan dalam daksine
pelinggih serta berbagai macam banten atau sesajen. Mereka dijemput,
dibawa menuju Pura Gunung Salak. Seluruh perangkat upacara diletakkan di
balai.
Saatnya persiapan serta penyucian tempat dan perangkat upacara.
Suasana bersuka terasa dominan terutama saat menunggu para pemangku dan
pandite menyiapkan upacara. Tapi ketika saat tiba berdoa suasana berubah
hening.
Upacara ini berakhir dengan dibawanya seluruh banten dan daksine
pelinggih ke balai Pasauan Agung di Utama Ning Mandala melewati kori
Agung. Seluruh umat kembali memanjatkan doa untuk kelancaran karya utama
esok hari.
Hujan Pun Turun
Hari ini akan menjadi catatan sejarah tersendiri bagi umat Hindu. Mereka akan memiliki sebuah pura utama di Gunung Salak. Pura Parahyangan Agung JagatkartyaTaman Sari Gunung Salak, demikianlah namanya sesaat lagi akan diresmikan.
Hari ini akan menjadi catatan sejarah tersendiri bagi umat Hindu. Mereka akan memiliki sebuah pura utama di Gunung Salak. Pura Parahyangan Agung JagatkartyaTaman Sari Gunung Salak, demikianlah namanya sesaat lagi akan diresmikan.
Upacara Ngenteg Linggih bertujuan untuk membangun pelinggih,
mensakralkan dan melaksanakan ide sang yang widi wasa dan
manivestasi-manivestasinya sehingga bangunan tersebut memenuhi syarat
sebagai niase atau tempat pemujaan.
Seluruh sesajen yang ditandu diturunkan untuk dibersihkan. Nantinya
tempat yang belum rampung ini akan menjadi pemandian atau tempat
pembersihan. Upacara ini sebagai ungkapan seluruh umat merendahkan diri
kepada Yang Kuasa.
Tarian Rejang Dewa kembali memimpin pawai menuju pura. Iring-iringan
kembali memasuki area Mandala Utama. Hari ini yang datang lebih ramai.
Sehingga area Mandala Utama tidak bisa menampungnya.
Banyak yang akhirnya terpaksa menempati posisi diluar area pura
utama. Sambil menanti saatnya berdoa, tarian Topeng Sidekarya menjadi
hiburan tersendiri. Selain itu juga ada keelokan tari Rejang Dewa yang
merupakan tari sakral dilakoni gadis remaja masih suci.
Tarian ini bertujuan mengundang dewa dan dewi dari langit agar hadir
menyaksikan prosesi ini. Tirta atau air suci yang dipercikan para
pemangku kepada jemaat menandakan saat berdoa akan segera dimulai. 10
pedange akan memuput upacara ini.
Kini saatnya seluruh batare diturunkan lagi lalu membentuk barisan
pawai, kembali turun ke luar pura utama. Ritual ini menyimbolkan para
batare meninjau tempat.
Belumlah upacara usai, hujan turun dengan lebat. Kondisi yang umum
terjadi di Bogor yang memang dikenal sebagai kota hujan.
Tapi hujan kali ini dianggap berkah tersendiri untuk upacara Ngenteg Linggih. Hujan di puncak acara dipercaya mengambarkan limpahan berkah akan tercurah bagai hujan yang lebat.
Tapi hujan kali ini dianggap berkah tersendiri untuk upacara Ngenteg Linggih. Hujan di puncak acara dipercaya mengambarkan limpahan berkah akan tercurah bagai hujan yang lebat.
Karena itulah walau hujan lebat upacara tetap berlangsung. Ritual
yang dilakukan di Balai Peselang ini adalah ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang diberikan kepada umat. Akhirnya
seluruh upacara puncak hari ini usai digelar.
Kini pura ini resmi menyandang nama Pura Parahyangan Agung Jagatkarta
Tamansari Gunung Salak. Wujud pengakuan akan sejarah yang mewarisi
ajaran leluhur sambil terus berupaya mengamalkannya secara benar sesuai
agama Hindu. (Sup)
