Mungkin sudah cerita lama dimana banyaknya
debat kusir yang terjadi karena Tuhan. Berkat Tuhan dunia Social
Networking menjadi booming. Ahh…. itu tidak penting, yang penting
itu, apakah diskusi tersebut sudah bermanfaat bagi kita atau tidak? Kita
diuntungkan apa tidak oleh diskusi yang biasanya topiknya
diulang-ulang?.
Kalau baca tentang
patung dan jika dihubungkan dengan agama, tentu yang paling identik
adalah agama Bumi(:D). Inilah topik yang paling sering diangkat dan
biasanya menghasilkan komentar sampai ribuan. Hmm, buat apa sih? Sebenarnya
toh yang punya resiko bahkan pahala kan yang melakukannya saja, yang
lain kan punya aturan/ritual sendiri. Tapi kok semangat sekali bahasnya?
Sabar ya, semua tak sama bukan?
Sekarang sesuai judul mari kita beranjak
tentang 3 serangkai ini (SQ, EQ dan IQ), apa sih ini ?
Mari kita simak sejenak.
SQ :
Didalam hidup sosial kita perlu SQ (Spiritual
Quotient) atau kecerdasan spiritual. Ada yang beranggapan bahwa
kecerdasan spiritual ini perkembangannya menjadi penting bagi setiap
manusia selain EQ. Menurut Danar Zohar dan Ian Marshal, pakar psikolog
didalam bukunya “SQ: Spiritual Quotient, The Ultimate
Intelligence” memberikan pandangan mengenai tanda-tanda orang yang
memiliki SQ tinggi, nah apakah kita termasuk dalam SQ tinggi atau malah
tidak ada tanda-tanda sedikitpun pada diri kita? Mari kita baca
tanda-tanda orang yang memiliki SQ tinggi tersebut;
- Berkemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaannya.
- Cenderung untuk memandang segala hal itu berkaitan (holistik).
- Mampu untuk bersikap fleksibel (secara aktif dan spontan).
- Cenderung untuk bertanya “bagaimana jika?” atau “mengapa?” ketika mencari jawaban yang paling mendasar.
- Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi.
- Memiliki kualitas hidup yang didasari dari visi dan nilai-nilai.
- Merupakan pemimpin yang bertanggungjawab serta berpengabdian.
- Mampu untuk menghadapi dan melewati rasa takut.
- Menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian yang tidak perlu
Dan IQ serta EQ :
Intelligence Quotient (IQ) tidak
dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka
IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika
seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup,
percuma saja dia mencoba dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang
superior (jenius), begitu pula sebaliknya. Tetapi, Emotional
Quotient (EQ) dapat dikembangkan seumur hidup dengan
belajar. Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang
sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh
lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak
lahir dari orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyak aspek
penting, yang agaknya semakin sulit didapatkan pada manusia modern,
yaitu:
- empati (memahami orang lain secara mendalam)
- mengungkapkan dan memahami perasaan
- mengendalikan amarah
- kemandirian
- kemampuan menyesuaikan diri
- disukai
- kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan
- kesetiakawanan
- keramahan
- sikap hormat
Orang tua adalah
seseorang yang pertama kali harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada
anaknya dengan memberikan teladan dan contoh yang baik. Agar anak
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, orang tua harus mengajar anaknya
untuk :
- membina hubungan persahabatan yang hangat dan harmonis
- bekerja dalam kelompok secara harmonis
- berbicara dan mendengarkan secara efektif
- mencapai prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan yang ada (sportif)
- mengatasi masalah dengan teman yang nakal
- berempati pada sesama
- memecahkan masalah
- mengatasi konflik
- membangkitkan rasa humor
- memotivasi diri bila menghadapi saat-saat yang sulit
- menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri
- menjalin keakraban
Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi,
ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu
menguasai keadaan, dan merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat
masalah yang baru.
Nah apakah kita
termasuk didalam tanda-tanda tersebut? Salah satunya bisa dijawab dengan
mengikuti ulasan ini. Saya akan mencoba mengulas tentang prosesi
pemujaan dalam hindu yang tentunya sangat berkaitan dengan diatas.
Sanathana dharma adalah ajaran tertua,
bahkan tak ada yang tau awal Veda karena seperti yang diketahui bahwa
veda diajarkan melalui tradisi lisan dan kemudian akhirnya
dikodifikasikan oleh Maha Rsi Vyasa karena beliau menyadari bahwa
ingatan manusia semakin lama akan semakin memudar karena pengaruh
keterikatan material yang makin kuat di jaman Kali Yuga. Dalam veda,
Tuhan memberikan banyak pilihan kepada manusia untuk dapat mencapai
beliau. Dalam kitab Upanisad memang dinyatakan bahwa tak ada yang serupa
denga-Nya,(Svetasvatara Upanishad), namun kalau kita berpatokan lagi ke
Veda Sruti yang mana memuat tingkat kesulitan pemahaman yang tinggi,
maka tak ayal kita akan semakin bingung. Misalnya kita tak akan bisa
mengerti mengapa Indra sering disebut sebagai Tuhan Yang Maha Esa,
sedangkan dalam Upanisad dikatakan bahwa tak ada yang serupa dengan
Beliau. Jika kedua hal itu kita paksakan, maka akan menghasilkan
pemahaman yang rentan salah. Sekarang bagaimana cara belajar Veda yang
sesuai aturan Veda?
Vayu
Purana I.20 menjelaskan :
“Hendaknya
veda dijelaskan melalui sejarah(Itihasa) dan Purana (Sejarah dan
metologi kuna) Veda merasa takut kalau seseorang yang bodoh membacanya.
Veda berpikir bahwa diaakan memukulku”
Sloka Vayu Purana diterjemahkan dalam Sarasamuccaya berbahasa
Jawa Kuna sebagai berikut.
Ndan
sang hyang veda paripurnakena sira, maka sadhana sang hyang itihasa,
sang hyang purana, apan atakut sang hyang veda ring wwang akedik
ajinya, ling nira, andang hyang, haywa tiki umara rikami, ling nira
mangkana rakwa atakut.
Sarasmuccaya
39
“Veda itu hendaknya
dipelajari dengan sempurna melalui jalan mempelajari Itihasa dan Purana
sebab Veda itu merasa takut terhadap orang-orang yang sedikit
pengetahuannya, sabdanya wahai tuan-tuan, janganlah tuan-tuan datang
padaku, demikian konon sabdanya karena takut”
Pemahamannya adalah untuk belajar veda kita mesti mengawali
dari smerti terlebih dahulu. Karena dengan cara itu proses untuk
pemahamannya bertahap dan terhindar dari kebingungan serta spekulasi
negatif. Memahami Itihasa dan Purana cenderung lebih cepat menangkap
karena Itihasa dan Purana merupakan sebuah kisah nyata yang alur
ceritanya mudah dipahami,dan sedangkan dalam Veda Sruti jika tanpa
bantuan seorang guru, maka dipastikan kita akan bingung. Dalam Bhagavata
Purana dinyatakan bahwa pemujaan Arca Vigraha adalah salah satu cara
untuk terhubung dengan Beliau. Apa itu arca? Apakah itu Tuhan?
Bukan, sama sekali bukan. Apakah karena
Hindu menghaturkan sesajen di arca, artinya sesajen itu untuk arca? Sama
misalnya ketika melihat rekan-rekan muslim bersujud didepan Kabbah,
apakah pemujaan sejati adalah kabah? Untuk rekan Kristen juga, apa
lambang salib itu adalah Tuhan sesungguhnya? Karena keterbatasan pikiran
manusia tentang Tuhan yang maha tak terbatas maka manusia perlu adanya
media. Media inilah teman bagi Hindu untuk menunjukan betapa terbatasnya
kita mengenal Tuhan. Dan timbulah pertanyaan yang bernada miring, “apa
yang bisa kau harapkan dari sebuah patung?”
Itu pertanyaan yang bagus sekaligus sangat
menggelitik bagi orang yang kualitas spiritualnya lebih tinggi. Pemujaan
arca dari masa ke masa tetap dilakukan. Bahkan pemujaan arca disini
telah melahirkan spiritualis-spritualis yang tak perlu saya sebutkan
namanya disini. Mungkin tak pernah dipertanyakan mengapa dengan menjadi
pemeluk agama pemuja arca kualitas spiritual mereka tinggi?
Banyak oknum yang belum mengerti, yang
idealis dengan keduniawian dan selalu mengatakan Hindu adalah agama
kuno, agama yang sudah tua dan sesat karena memuja berhala. Seraya
begitu banyaknya rongrongan dari luar, tapi Hindu bisa mengambil
nilai-nilai tersendiri dari hal tersebut. Nilai yang didapat tentu nilai
spiritual karena nyatanya Hindu agama yang masih berkualitas dalam segi
spiritual karena mampu tetap melaksanakan ajaran Tuhan meskipun banyak
tanggapan yang tidak enak dari luar. Bahkan dijaman moderen sampai
sekarang ini, kita masih percaya diri dalam prosesi pemujaan ini.
Artinya spiritual umat Hindu sangat kuat.
Lalu, mana yang lebih banyak manfaat yang didapat dari
pemujaan patung dibandingkan menghina?
Jelas sekali adalah pemujaan ‘patung’. Hindu yang dikatakan
memuja patung khusuk dalam persembahyangan, sementara yang menghina,
pikirannya diliputi rasa bimbang, benci, dan jauh dari spiritual
tentunya. Dalam Hindu tentunya penghinaan itu sangat dihindari. Namun
jangan salahkan juga jika sesekali yang namanya manusia terkadang lepas
kendali. Makanya sering terjadi debat hujat yang hanya menghabiskan
energi saja.
Arca tetaplah arca, dan
Tuhan tetaplah Tuhan. Selama proses persembahyangan umat hindu sangat
aneh ketika dikatakan memuja patung, sementara jika ditanya siapa Tuhan,
mereka akan menjawab Ida Sang Hyang Widhi. Beliau adalah Brahman, neti
neti, tidak begini dan tidak begitu.
Setiap agama punya ritual khusus dalam pemujaan Beliau. ketika
manusia yang awam mampu mengatakan dengan gagahnya bahwa cara saya
memuja Tuhan adalah yang paling benar, maka dipastikan orang itu setaraf
dengan orang baru di benua amerika tapi sudah mengaku dirinya lah
penemu benua amerika. Padahal jauh sebelum itu benua amerika sudah
ditemukan.
Dipastikan orang tersebut
EQ-nya tidak meningkat seiring pergaulannya di masyarakat karena :
- (tidak) empati
(memahami orang lain secara mendalam)
- (tidak bisa) mengendalikan amarah
sedangkan SQ nya rendah karena
- tidak mampu untuk
bersikap fleksibel (secara aktif dan spontan)
- Tidak bisa Menghindari
hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian yang tidak perlu
EQ mereka meningkat karena mereka sengaja
mengembangkan emosi mereka dan arogan dalam ranah spiritual.
Perkembangan EQ mereka diiringi dengan menurunnya SQ mereka.karena SQ
merupakan hal yang terkait dengan kesadaran. Dan IQ adalah kecerdasan
statik yang tentunya dengan mudah membedakan mana A dan mana B.
Mengapa IQ mereka tidak digunakan? Karena
jelas setelah berbagai bukti konkrit yang ada beserta survey yang ada
tentang Hindu, pernyataan hindu sebagai penyembah berhala hanyalah
pemuas hasrat mereka saja. Memaksakan suatu keadaan demi puasnya
keinginan mereka karena faktanya mereka sibuk memusatkan pikiran bahwa
patung itu adalah tuhan, sedangkan Hindu sibuk memusatkan pikiran bahwa
patung adalah media pemusatan konsentrasi sebagai penyembahan Beliau.
Mungkin apa yang sudah lumrah dilihat di
berbagai media seperti halnya menyembah Tuhan ke arah patung, menaruh
sajen di dekat patung adalah pemicu rumor miring tentang Hindu. Padahal
nyatanya pemujaan Tuhan bisa dilakukan tanpa sarana arca. Misalnya
dengan melantunkan gayatri mantram. Jika mereka mau jeli, ketika datang
ke Bali misalnya, jika ada kesempatan, bertanyalah pada siswa-siswa
sekolah. Tanyakan pada mereka apa yang mereka lakukan di pagi hari
sebelum memulai kegiatan belajar, jawaban yang anda dapatkan adalah
sembahyang tri sandya. Mereka sembahyang kepada Tuhan dengan melantunkan
gayatri mantram yang tanpa arca. Nah, sebenarnya hal yang penting yg
kita dapatkan dari hal ini adalah suatu kelengkapan dalam tata cara
persembahyangan, bukan suatu cara mentok yang
harus dipaksakan kepada setiap orang. Ingatlah satu hal, manusia punya
pikirang yang terbatas dan variatif, sedangkan Tuhan tak terbatas. Maka
Tuhan memberikan cara menyembah beliau bervariasi dan lengkap dan
fleksibel bukan?
Demikianlah tulisan ini saya buat untuk membangkitkan
kesadaran kita dalam beragama. Tulisan ini bukan ditujukan bagi
mereka yang IQ, SQ serta EQ nya baik, karena tulisan ini
dilatarbelakangi masih banyaknya oknum yang belum memahami sesuatu yang
orang lain lakukan dalam keyakinannya.
Semoga bermanfaat, Salam damai selalu
Om Santih,Santih,Santih, Om
http://narayanasmrti.com/2011/11/20/studi-kasus-masalah-patung-serta-kaitannya-dengan-iqsqdan-eq/